Senin, 23 Januari 2012 | By: fiesta

awal mula

Istana pasir 8.10.11

Para pemuda berpakaian vulgar
Tariannya entah barantah asalnya
Mungkn dihantar angin laut jauhnya
Yang pelan tenang pasti
Membentuk pola baru pasir pantai
Satu langkah yang marjinal
Berdiri rapuh istana pantai
Terbangun dari seadanya sisa yang tak terjual
Cantik, pasirnya warna-warni
Warna asin, imporkah ?
Memang yang lama harus pergi
Dijemput ombak nan manis, siapa tak mau ?
Musim ii gelombangnya besar
Toh, bakau berakar limapun tela mengering
Para pemuda masih disisi yang ak tergerus
Bukan menjaga tapi melumatkan
Menara istana telah bersenang-senang ditengah laut
Setidaknya ada separo lantai yang terlihat
Sanpai erinjak kaki tarian antah barantah
Apa daya, itu keputusanmu

Buta 2011

Tersapa dunia yang tak ku tau rupa
Hanya tabgisan dan gelagat mereka
Yang tersedat ketika kenyataan berseru
Padaku untuknya satu rasa olehku
Bulan itu apa? Bintang itu?
Janganmemuji semua penuh haru
Rasa rindu taj terbendung dikalbu
Kelopak yang menyelimuti dunia
Tiap pagiku telahsirna
Hanya malam, hanya malam
Cermin membisu didepanku
Melihat aku dalam dirinya
Seperti hal apa diriku
Seumur tongkat menemani
Seperti hal apa diriku



Bosan 2011

Ruang hampa
Semakin sesak
Kakiku membumi
Udara nian hilang
Tak bisa kurteruskan
Benang rajut yang semakin kusut
Membentuk lembaran penyesalan
Uaraikan ceritaku
Lepaskan ikatanmu
Demi aku, maukan ?

Malang 2011

Kamu cantik, dulu
Dulu, dulu, dulu
Kaya, indah
Kamu kamu kamu
Berdiri, tinggi
malang, oh Malang

bapak panti 2011

mungkinkah kemuliaan padanya
tidak pada gemerlap dunia diluar sana
di hanya situa berkopiah pudar
tak apa, hal terpenting disini kami
titipan tak berupah
dari yang tak bertuan
biar saja dia terima
kado kecil dari Sang Maha Besar
tanganya tak kuasa lagi
memeluk puluhan yang kedinginan
kakinya telah lama lesuh
menapak mengais hidup mereka
dimana tempat yang kau tuju
hanyalah lilin kecil ditiap tahu tiap waktu
atau memberi tumpangan tiap doa masa depan
dan aku menghatikanmu



Pulanglah 2011

Senja untuk paruh tua
Disela-sela gedug tua
Dia percaya tak da yang sia-sia
Bila anakku lupa, tak jadi apa
Di pengasingan ini aku merindu
Bukan ditanganmu tapidirimu
Dua tahun ini tak kau sapa aku
Berharap udara malam mengantarmu
Atau sekedar mengahantar air mataku

Pelopor 19.10.11

Ini langkahku
Aspal panas kehidupan ini
Melumerkan telapak kepercayaan
Hanya tulang putih baja, cukup
Matahari satu telunjuk diatasku
Smakin mendidihkan kemuakan
Kota kelam berbenteng didepan
Kubangan dengan serpihan putih tulang
Terbakar matahari yang mengikuti
Aku pelopor kebencian
Menyulut runout kering kepercayaan
Selama tulang ini masih merawan






0 komentar:

Posting Komentar

isi ,untuk kebaikan saya